Jumat, 27 Mei 2016

Makalah PLSBT KAWIN LEWAT TELEPON

MAKALAH
PENDIDIKAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN TEKNOLOGI :
KAWIN MELALUI TELEPON
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi
Dosen : Siti Rokayah, S.Ag.



Disusun Oleh :
Hidayatulloh
Ima Surahmawati
Neni Sunarsih
Rika Susilawati
Sahal Mahfudz
Taufiq Abdul Fatah



FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SILIWANGI BANDUNG
2015/2016





KATA PENGANTAR


       Alhamdulillah. Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan hanya tertuju kepada Allah SWT. Sudah tak terhitung nikmat Allah SWT yang telah dianugerahkan oleh-NYA kepada kita, mulai dari nikmat bernafas hingga kita merasakan betapa berharganya bernafas itu (sakit). Lantunan sholawat dan seruan salam  semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk agung termasyhur, Manusia Pilihan-NYA. Dialah Rasulullah SAW.
       Atas pertolongan dan kasih sayang-NYA-lah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi atas segala kerelaannya, kepada teman-teman seperjuangan, dan terlebih kepada semua sumber materi. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.
       Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan menyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis berharap kepada para pembaca, dosen pemerhati, dan semua kalangan untuk dapat memberikan kritik dan masukan-masukan positif yang membangun untuk kesempurnaan  kedepannya.
       Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pemerhati, dan semua kalangan yang bersangkutan. Aamiin.













                                                                                                            Bandung, 10 April 2016


                                                                                                                         Penulis
                                         


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

       PLSBT merupakan suatu kajian terhadap masalah-masalah lingkungan, sosial, budaya, dan teknologi secara scicentific-komperhensif-general-integral dalam prespektif pendidikan untuk dicarikan alternatif pemecahannya. (Novtriyananda,2013)
       Permasalahan pokok yang ingin di carikan pemecahannya melalui studi PLSTB ini adalah masalah lingkungan atau kealaman, masalah sosial, dan masalah kebudayaan. Secara umum ketiga masalah itulah yang pada tahap kompleksitas permasalahan dihadapi umat manusia saat ini. Melalui mata kuliah PLSTB, permasalahan lingkungan, sosial, kebudayaan, dan teknologi tidak hanya didekati dari segi pencarian alternative pemecahan permasalahannya saja, tetapi juga dari segi pendidikannya (pendidikan PLSTB) yang ingin atau hendak menanamkan kepada mahasiswa sebagai peserta didik fungsi/tujuan pokok pendidikan, yaitu ranah pengetahuan kognitif/cognitive domain, ranah sikap/apektif/affective domain, ranah psikomotorik/ keterampilan psychomotor skill domain (taxonomi Bloom), dan ranah kemauan/konatif/conative domain yang bermuatan, berlandaskan, dan bersumber pada norma, moral, mental, dan nilai yang di junjung tinggi dalam peradaban (civilization) manusia. (Astim Riyanto,2000)
       Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. (Idris Ahmad,1983)
       Akad nikah yang dilangsungkan melalui telepon dimana wali mengucapkan ijabnya di satu tempat dan calon suami mengucapkan kabulnya dari tempat lain yang jaraknya berjauhan. Meskipun tidak saling melihat, ucapan ijab dari wali dapat didengar dengan jelas oleh calon suami.

B.     Rumusan Masalah

1.         Definisi nikah dan hukum nikah melalui telepon
2.         Hubungan permasalahan nikah melalui telepon dengan pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi

C.    Tujuan Penulisan

1.         Untuk mengetahui definisi nikah dan hukum nikah melalui telepon
2.         Untuk mengetahui  hubungan permasalahan nikah melalui telepon dengan pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi


BAB II

PEMBAHASAN


A.       Hikmah Syariat Nikah

       Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.” Adapun “Nikah” secara istilah adalah : “Akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual”.
       Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam 
       Al Ghazali bercerita tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemudian hal itu datang lagi dan sangat hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya antara dada saya dan samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu meminta kepada Allah untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka menghilangkannya! Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu dariku. Akhirnya saya mendapatkan keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
       Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

B.        Hukum Nikah

        Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat dibagi menjadi lima:
1.         Disunnahkan bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah. Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda: ”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)
Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)
2.         Wajib bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum lakilaki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.
3.         Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal). Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
4.         Haram nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali. Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.
5.         Makruh menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan. Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.

C.       Rukun dan Syarat Sah Nikah

1.   Rukun nikah
a)      Pengantin lelaki (Suami)
b)      Pengantin perempuan (Isteri)
c)      Wali
d)     Dua orang saksi lelaki
e)      Ijab dan kabul (akad nikah)

2.   Syarat Sah Nikah
Syarat bakal suami
Syarat bakal isteri
Islam
Lelaki yang tertentu
Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri
Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri
Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
Bukan seorang khunsa
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak dalam idah
Bukan isteri orang


Syarat wali
Syarat saksi
Islam, bukan kafir dan murtad
Lelaki dan bukannya perempuan
Baligh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak fasik
Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Baligh
Lelaki
Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
Dapat mendengar, melihat dan bercakap
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka


Syarat ijab
Syarat qabul
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutah
Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)

Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tiada perkataan sindiran
Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutah (seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
Menyebut nama bakal isteri
Tidak diselangi dengan perkataan lain


       Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku nikahkan/kawinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
       Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikah/perkawinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" atau "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai isteriku".

D.       Nikah Melalui Telepon

       Menentukan sah / tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhi atau tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, dan ijab qabul. Namun, jika dilihat dari segi syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada kelemahan / kekurangan untuk dipenuhi.
       Misalnya, identitas calon suami istri perlu dicek ada / tidaknya hambatan untuk kawin (baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundang-undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa hadir tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para saksi yang sahnya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putra lewat telepon dengan bantuan mikropon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Prof. Dr Baharuddin yang mengawinkan putrinya di Jakarta (dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarti yang sedang belajar di Universitas Indiana Amerika Serikat pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indiana Amerika Serikat.
       Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sakral dan syiar islam serta tanggung jawab yang berat bagi suami istri, berikut beberapa pedoman tentang nikah melalui telepon:
1.      Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadist Nabi/kaidah fiqih
لا ضرر ولا ضرارا
       Tidak boleh membuat mudarat kepada diri sendir idan kepada orang lain.
      Dan hadits Nabi
دعما يريبك الا مالا يريبك
      Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak     meragukan engkau.
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah


2. Pendapat para imam mujtahid
a) Menurut imam syafi’i cenderung memandang dalam arti fisik. Dengan demikian wali dan calon mempelai harus ada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling memandang. Agar kedua belah pihak bisa saling mendengar dan memahami secara jelas ijab dan qabul yang mereka ucapkan.
b) Imam Ahmad menginterperensikan “satu majlis” dalam arti non fisik (tidak mesti dalam satu ruangan). Ijab dan qabul bisa di ucapkan dalam satu masa atau satu upacara dan tidak diselingi oleh kegiatan lain.
Solusinya bukan nikah jarak jauh, melainkan adanya taukil atau perwakilan. Karena secara umum, mewakilkan akad itu dibolehkan karena hal ini dibutuhkan oleh umat manusia dalam hubungan kemasyarakatan. Para Ahli Fiqh sependapat bahwa setiap akad yang boleh dilakukan oleh orang yang bersangkutan berarti boleh juga diwakilkan kepada orang lain.
Dahulu Nabi saw. Dapat menjadi atau berperan sebagai wakil dalam akad perkawinan sebagian sahabatnya. Begitu juga Umar bin Umayyah adh-Dhamri pernah bertindak sebagai wakil Rasulullah (dengan Ummu Habibah), Dalam Hadits Rasul disebutkan yang artinya :
“Ummu Habibah adalah salah seorang yang pernah ikut berhijrah ke habsyah, dikawinkan oleh Raja Najasyi dengan Rasulullah, padahal pada waktu itu Ummu Habibab berada di negeri Raja Najasyi itu.”(H.R. Abu Dawud).
Jadi, Seorang ayah kandung dari anak gadis yang seharusnya menjadi wali dalam akad nikah dan mengucapkan ijab, dibenarkan dan dibolehkan untuk menunjuk seseorang yang secara syarat memenuhi syarat seorang wali. Dan penunjukan tersebut boleh dilakukan secara jarak jauh melalui media komunikasi, baik lewat surat tertulis atau pembicaraan telepon SLI, bahkan boleh lewat SMS, chatting, email, atau Video Conference 3.5 G. Cukup ditetapkan siapa yang akan menjadi wakil dari wali, yang penting tinggalnya satu kota dengan calon suami. Lalu dilakukanlah akad nikah secara langsung di satu majelis yang dihadiri oleh minimal 2 orang saksi laki-laki.

E.        Hubungan Nikah Melalui Telepon dengan Pendidikan Lingkungan Sosial dan Budaya

       Akhir –akhir ini banyak orang yang menanyakan hukum menikah lewat telepon atau internet, apakah sah menurut pandangan Syariah ?
       Jika tidak syah bagaimana solusi bagi mereka yang tempatnya saling berjauhan, Sebuah akad pernikahan yang syah harus terpenuhi rukun dan syaratnya, Rukunnya adalah ijab dan qabul, sedangkan syaratnya adalah ijin dari wali perempuan dan kehadiran dua orang saksi.  Ini semuanya harus dilakukan dengan jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan dan pengelabuan. Oleh karena itu calon suami atau wakilnya harus hadir ditempat, dan kedua saksi harus hadir ditempat untuk menyaksikan akad pernikahan. Untuk menentukan hukumnya, paling tidak ada 2 syarat syah nikah yang harus dipenuhi. 
1.      Calon mempelai laki-laki atau yang mewakilinya dan wali perempuan atau yang mewakilinya harus berada dalam satu majelis/ruangan ketika dilangsungkan akad pernikahan.
       Apakah dua pihak yang berbicara melalui telepon/internet untuk melakukan akad pernikahan dianggap dalam satu majelis, sehingga akad tersebut menjadi syah ?
Dalam hal ini, Majma Al Fiqh, telah menetapkan hukum penggunaan telepon, HP dan internet di dalam melakukan akad nikah yang isinya sebagai beriikut :
“ Jika transaksi antara kedua belah pihak berlangsung dalam satu waktu, sedangkan mereka berjauhan tempatnya, tetapi menggunakan telepon, maka akad nikah keduanya dianggap transaksi dua belah pihak yang bertemu dalam satu majelis”
2.      Pernikahan tersebut harus disaksikan oleh 2 orang atau lebih.
Apabila 2 saksi tersebut tidak bisa menyaksikan secara langsung akad pernikahan tersebut, mereka hanya bisa mendengar suara akad pernikahan dari kedua belah pihak melalui internet ataub telepon. Masalah tersebut diatas mirip dengan masalah persaksian orang buta yang mendengar sebuah transaksi antara 2 belah pihak, Apakah syah ? Para ulama berbeda pendapat .
a)      Al Kasani “ persaksian orang buta tidak diterima dalam semua hal, Karena tidak bisa membedakan antara kedua belah pihak “. (Badai Sonai 3/243)
b)      Imam Syafi’i : Jika seseorang memberikan persaksian sedangkan dia buta dan mengatakan : saya menetapkannya, sebagaimana saya menetapkan segala sesuatu dengan mengetahui suaranya atau dengan meraba, maka persaksian orang tersebut tidak bisa diterima, karena suara mempunyai kemiripan satu dengan yang lainnya, begitu juga dengan rabaan mempunyai kemiripan antara satu dengan yang lainnya “. (Al Umm : 7/46).

       Hubungan permasalahan ini jika dikaitkan dengan PLSBT adalah kurangnya sosialisasi antara kedua mempelai maupun para saksi dalam melakukan akad nikah. Dampak dari masuknya teknologi ke Indonesia secara tidak langsung dapat menimbulkan masalah sosial. Kaitannya dengan kasus ini yaitu berkurangnya derajat kesakralan dalam akad nikah karena tidak berlangsung seperti biasa. Walaupun syarat dan rukunnya terpenuhi tetapi budaya yang kita anut dari dulu bersinggungan dengan masalah ini. Budaya yang ada sejak dulu, jika diselenggarakan akad nikah dalam suatu majelis dihadirkan kedua mempelai dan juga 2 orang saksi jadi ketika teknologi masuk dan mengasilkan suatu permasalahan yang menyinggung akan hal ini wajarlah terdapat pertentangan dalam menyikapinya. Selain kurang maksimalnya silaturahmi, dalam hal ini bertatap muka secara langsung, juga kurangnya interaksi antara tamu dengan pihak mempelai itu sendiri. Kembali pada keyakinan masing-masing dalam menyikapi masuknya teknologi ke Indonesia. Sebagai manusia yang berpendidikan, sudah sepatutnya kita dapat mengcompare mana yang baik dan benar juga mana yang buruk. Diharapkan kita dapat mengkaji lebih lanjut sebelum memutuskan suatu perkara.

BAB III

PENUTUP

A.       Kesimpulan

       Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Beberapa pedoman tentang nikah melalui telepon:
1.   Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’), dan dapat pula menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik.
2. Pendapat para imam mujtahid
a) Menurut imam syafi’i cenderung memandang dalam arti fisik. Dengan demikian wali dan calon mempelai harus ada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling memandang. Agar kedua belah pihak bisa saling mendengar dan memahami secara jelas ijab dan qabul yang mereka ucapkan.
b) Imam Ahmad menginterperensikan “satu majlis” dalam arti non fisik (tidak mesti dalam satu ruangan). Ijab dan qabul bisa di ucapkan dalam satu masa atau satu upacara dan tidak diselingi oleh kegiatan lain.
       Mewakilkan akad itu dibolehkan karena hal ini dibutuhkan oleh umat manusia dalam hubungan kemasyarakatan. Para Ahli Fiqh sependapat bahwa setiap akad yang boleh dilakukan oleh orang yang bersangkutan berarti boleh juga diwakilkan kepada orang lain.
       Dahulu Nabi saw. Dapat menjadi atau berperan sebagai wakil dalam akad perkawinan sebagian sahabatnya. Begitu juga Umar bin Umayyah adh-Dhamri pernah bertindak sebagai wakil Rasulullah (dengan Ummu Habibah), Dalam Hadits Rasul disebutkan yang artinya :
       “Ummu Habibah adalah salah seorang yang pernah ikut berhijrah ke habsyah, dikawinkan oleh Raja Najasyi dengan Rasulullah, padahal pada waktu itu Ummu Habibab berada di negeri Raja Najasyi itu.”(H.R. Abu Dawud).
       Hubungan permasalahan ini jika dikaitkan dengan PLSBT adalah kurangnya sosialisasi antara kedua mempelai maupun para saksi dalam melakukan akad nikah. Selain kurang maksimalnya silaturahmi, dalam hal ini bertatap muka secara langsung, juga kurangnya interaksi antara tamu dengan pihak mempelai itu sendiri. Permasalahan ini sebagai dampak kemajuan teknologi di Indonesia.

B.        Saran

       Sebagai manusia yang berpendidikan, sudah sepatutnya kita dapat mengcompare mana yang baik dan benar juga mana yang buruk. Permasalahan yang timbul sebagai dampak kemajuan teknologi perlu disikapi dengan bijak. Diharapkan kita dapat mengkaji lebih lanjut sebelum memutuskan suatu perkara sesuai syari’at islam.


DAFTAR PUSTAKA

Majalah Qiblati Edisi 05 tahun II/ 1428H
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Siraja 2006), hal.307.