MAKALAH
PENDIDIKAN
LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN TEKNOLOGI :
KAWIN MELALUI
TELEPON
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada
Mata Kuliah
Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi
Dosen : Siti Rokayah, S.Ag.
Disusun
Oleh :
Hidayatulloh
Ima
Surahmawati
Neni Sunarsih
Rika Susilawati
Sahal Mahfudz
Taufiq Abdul Fatah
FAKULTAS
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SILIWANGI BANDUNG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan
hanya tertuju kepada Allah SWT. Sudah tak terhitung nikmat Allah SWT yang telah dianugerahkan oleh-NYA kepada kita, mulai dari nikmat
bernafas hingga kita merasakan betapa berharganya bernafas itu (sakit).
Lantunan sholawat dan seruan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk agung termasyhur, Manusia
Pilihan-NYA. Dialah Rasulullah SAW.
Atas pertolongan
dan kasih sayang-NYA-lah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pendidikan
Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi atas segala kerelaannya, kepada
teman-teman seperjuangan, dan terlebih kepada semua sumber materi. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan dan menyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, masih banyak kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis
berharap kepada para pembaca, dosen pemerhati, dan semua kalangan untuk dapat
memberikan kritik dan masukan-masukan positif yang membangun untuk
kesempurnaan kedepannya.
Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pemerhati, dan semua kalangan yang
bersangkutan. Aamiin.
Bandung, 10 April 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
PLSBT merupakan suatu
kajian terhadap masalah-masalah lingkungan, sosial, budaya, dan teknologi
secara scicentific-komperhensif-general-integral dalam prespektif pendidikan
untuk dicarikan alternatif pemecahannya. (Novtriyananda,2013)
Permasalahan pokok yang ingin di carikan pemecahannya
melalui studi PLSTB ini adalah masalah lingkungan atau kealaman, masalah sosial,
dan masalah kebudayaan. Secara umum ketiga masalah itulah yang pada tahap
kompleksitas permasalahan dihadapi umat manusia saat ini. Melalui mata kuliah
PLSTB, permasalahan lingkungan, sosial, kebudayaan, dan teknologi tidak hanya
didekati dari segi pencarian alternative pemecahan permasalahannya saja, tetapi
juga dari segi pendidikannya (pendidikan PLSTB) yang ingin atau hendak
menanamkan kepada mahasiswa sebagai peserta didik fungsi/tujuan pokok pendidikan,
yaitu ranah pengetahuan kognitif/cognitive domain, ranah sikap/apektif/affective
domain, ranah psikomotorik/ keterampilan psychomotor skill domain (taxonomi
Bloom), dan ranah kemauan/konatif/conative domain yang bermuatan, berlandaskan,
dan bersumber pada norma, moral, mental, dan nilai yang di junjung tinggi dalam
peradaban (civilization) manusia. (Astim Riyanto,2000)
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut
istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang
mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata
yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam. (Idris Ahmad,1983)
Akad nikah yang
dilangsungkan melalui telepon dimana wali mengucapkan ijabnya di satu tempat
dan calon suami mengucapkan kabulnya dari tempat lain yang jaraknya berjauhan.
Meskipun tidak saling melihat, ucapan ijab dari wali dapat didengar dengan
jelas oleh calon suami.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Definisi
nikah dan hukum nikah melalui telepon
2.
Hubungan
permasalahan nikah melalui telepon dengan pendidikan lingkungan sosial budaya
dan teknologi
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui definisi nikah dan hukum nikah melalui telepon
2.
Untuk
mengetahui hubungan permasalahan nikah
melalui telepon dengan pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hikmah Syariat Nikah
Nikah
secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar,
yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata
Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk
menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.” Adapun “Nikah” secara istilah
adalah : “Akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya
dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual”.
Nikah
adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu
‘Alaihi Wassalam
Al Ghazali bercerita
tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan saya (meniti jalan akhirat),
saya dikalahkan oleh syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada
Allah. Sayapun bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu
ingin agar syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu?
Saya jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun
memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke
leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku
tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemudian hal itu datang lagi dan sangat
hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya antara dada saya dan
samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu meminta kepada Allah
untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka menghilangkannya! Nikahlah!” Maka
sayapun menikah dan hilanglah godaan itu dariku. Akhirnya saya mendapatkan
keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
Nikah adalah satu upaya
untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
B.
Hukum Nikah
Para ulama menyebutkan bahwa nikah
diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan,
mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru
membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat
dibagi menjadi lima:
1.
Disunnahkan
bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh
dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah.
Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di
dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak mungkin
diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah , apakah salah
seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda: ”Bagaimana menurut kalian, jika ia
meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia
meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu
Hibban)
Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut
zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan.
Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan
infaqnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin
wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu
letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar
yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin,
dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah
yang kamu nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)
2.
Wajib
bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab
menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari
kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum
lakilaki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai
hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak,
sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah
baginya adalah wajib.
3.
Mubah
bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau
yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita
tersebut harus rasyidah (berakal). Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan
tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada
niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
4.
Haram
nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak
takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan
menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul
harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka
tidak diperbolehkan nikah sama sekali. Haram berpoligami bagi yang menyangka
dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.
5.
Makruh
menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat
terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan. Juga makruh jika nikah dapat
menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika
dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.
C. Rukun dan Syarat Sah Nikah
1. Rukun
nikah
a)
Pengantin lelaki (Suami)
b) Pengantin
perempuan (Isteri)
c) Wali
d) Dua
orang saksi lelaki
e) Ijab
dan kabul (akad nikah)
2. Syarat
Sah Nikah
Syarat bakal suami
|
Syarat bakal isteri
|
Islam
Lelaki
yang tertentu
Bukan
lelaki mahram dengan bakal isteri
Mengetahui
wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
Bukan
dalam ihram haji atau umrah
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak
mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
Mengetahui
bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri
|
Islam
Perempuan
yang tertentu
Bukan
perempuan mahram dengan bakal suami
Bukan
seorang khunsa
Bukan
dalam ihram haji atau umrah
Tidak
dalam idah
Bukan
isteri orang
|
Syarat wali
|
Syarat saksi
|
Islam, bukan
kafir dan murtad
Lelaki
dan bukannya perempuan
Baligh
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan
dalam ihram haji atau umrah
Tidak
fasik
Tidak
cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak
ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
|
Sekurang-kurangya
dua orang
Islam
Berakal
Baligh
Lelaki
Memahami
kandungan lafaz ijab dan qabul
Dapat
mendengar, melihat dan bercakap
Adil
(Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)
Merdeka
|
Syarat ijab
|
Syarat qabul
|
Pernikahan
nikah ini hendaklah tepat
Tidak
boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan
oleh wali atau wakilnya
Tidak
diikatkan dengan tempoh waktu seperti mut’ah
Tidak
secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
|
Ucapan
mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tiada
perkataan sindiran
Dilafazkan
oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak
diikatkan dengan tempoh waktu seperti mut’ah (seperti
nikah kontrak)
Tidak
secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
Menyebut
nama bakal isteri
Tidak
diselangi dengan perkataan lain
|
Contoh
bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kawinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
Contoh
sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikah/perkawinanku
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak
RM 3000 tunai" atau "Aku
terima Diana Binti Daniel sebagai isteriku".
D. Nikah
Melalui Telepon
Menentukan sah / tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhi atau tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya.
Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya
calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, dan ijab qabul. Namun,
jika dilihat dari segi syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada
kelemahan / kekurangan untuk dipenuhi.
Misalnya, identitas calon suami istri perlu dicek ada / tidaknya
hambatan untuk kawin (baik karena adanya larangan agama atau peraturan
perundang-undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak.
Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar.
Demikian pula pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa hadir tanpa
taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para
saksi yang sahnya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putra
lewat telepon dengan bantuan mikropon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa
yang disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab qabul yang terjadi
di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti
antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang berbeda waktunya
sekitar 12 jam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Prof. Dr Baharuddin yang
mengawinkan putrinya di Jakarta (dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarti yang
sedang belajar di Universitas Indiana Amerika Serikat pada hari sabtu tanggal
13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indiana
Amerika Serikat.
Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dan itu bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang
mengandung sesuatu yang sakral dan syiar islam serta tanggung jawab yang berat
bagi suami istri, berikut beberapa pedoman tentang nikah melalui telepon:
1.
Nikah lewat telepon mengandung
risiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’),
dan dapat pula menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi
atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang
demikian itu tidak sesuai dengan hadist Nabi/kaidah fiqih
لا ضرر ولا ضرارا
Tidak boleh membuat mudarat kepada diri sendir idan
kepada orang lain.
Dan hadits Nabi
دعما يريبك الا مالا يريبك
Tinggalkanlah
sesuatu yang meragukan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak meragukan
engkau.
درء المفاسد مقدم على جلب
المصالح
Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik
(mencari) maslahah
2. Pendapat
para imam mujtahid
a) Menurut
imam syafi’i cenderung memandang dalam arti fisik. Dengan demikian wali dan
calon mempelai harus ada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling
memandang. Agar kedua belah pihak bisa saling mendengar dan memahami secara
jelas ijab dan qabul yang mereka ucapkan.
b) Imam
Ahmad menginterperensikan “satu majlis” dalam arti non fisik (tidak mesti dalam
satu ruangan). Ijab dan qabul bisa di ucapkan dalam satu masa atau satu
upacara dan tidak diselingi oleh kegiatan lain.
Solusinya bukan nikah jarak jauh, melainkan adanya taukil atau
perwakilan. Karena secara umum, mewakilkan akad itu dibolehkan karena hal ini
dibutuhkan oleh umat manusia dalam hubungan kemasyarakatan. Para Ahli Fiqh
sependapat bahwa setiap akad yang boleh dilakukan oleh orang yang bersangkutan
berarti boleh juga diwakilkan kepada orang lain.
Dahulu Nabi saw. Dapat menjadi atau berperan sebagai wakil dalam
akad perkawinan sebagian sahabatnya. Begitu juga Umar bin Umayyah adh-Dhamri
pernah bertindak sebagai wakil Rasulullah (dengan Ummu Habibah), Dalam Hadits
Rasul disebutkan yang artinya :
“Ummu Habibah adalah salah seorang yang pernah ikut berhijrah ke
habsyah, dikawinkan oleh Raja Najasyi dengan Rasulullah, padahal pada waktu itu
Ummu Habibab berada di negeri Raja Najasyi itu.”(H.R. Abu Dawud).
Jadi, Seorang ayah kandung dari anak gadis yang seharusnya menjadi
wali dalam akad nikah dan mengucapkan ijab, dibenarkan dan dibolehkan untuk
menunjuk seseorang yang secara syarat memenuhi syarat seorang wali. Dan
penunjukan tersebut boleh dilakukan secara jarak jauh melalui media komunikasi,
baik lewat surat tertulis atau pembicaraan telepon SLI, bahkan boleh lewat SMS, chatting, email, atau Video Conference 3.5 G. Cukup ditetapkan siapa yang akan menjadi wakil dari wali, yang
penting tinggalnya satu kota dengan calon suami. Lalu dilakukanlah akad nikah
secara langsung di satu majelis yang dihadiri oleh minimal 2 orang saksi
laki-laki.
E.
Hubungan Nikah Melalui Telepon
dengan Pendidikan Lingkungan Sosial dan Budaya
Akhir –akhir ini banyak orang yang
menanyakan hukum menikah lewat telepon atau internet, apakah sah menurut
pandangan Syariah ?
Jika tidak syah bagaimana solusi bagi
mereka yang tempatnya saling berjauhan,
Sebuah akad pernikahan yang syah harus terpenuhi rukun dan syaratnya, Rukunnya
adalah ijab dan qabul, sedangkan syaratnya adalah ijin dari wali perempuan dan
kehadiran dua orang saksi. Ini semuanya
harus dilakukan dengan jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan
dan pengelabuan. Oleh karena itu
calon suami atau wakilnya harus hadir ditempat, dan kedua saksi harus hadir
ditempat untuk menyaksikan akad pernikahan. Untuk menentukan hukumnya, paling
tidak ada 2 syarat syah nikah yang harus dipenuhi.
1.
Calon
mempelai laki-laki atau yang mewakilinya dan wali perempuan atau yang
mewakilinya harus berada dalam satu majelis/ruangan ketika dilangsungkan akad
pernikahan.
Apakah dua pihak yang berbicara melalui
telepon/internet untuk melakukan akad pernikahan dianggap dalam satu majelis, sehingga akad tersebut menjadi syah ?
Dalam
hal ini, Majma Al Fiqh, telah menetapkan hukum penggunaan telepon, HP dan
internet di dalam melakukan akad nikah yang isinya sebagai beriikut :
“
Jika transaksi antara kedua belah pihak berlangsung dalam satu waktu, sedangkan
mereka berjauhan tempatnya, tetapi menggunakan telepon, maka akad nikah
keduanya dianggap transaksi dua belah pihak yang bertemu
dalam satu majelis”
2.
Pernikahan
tersebut harus disaksikan oleh 2 orang atau lebih.
Apabila
2 saksi tersebut tidak bisa menyaksikan secara langsung akad pernikahan
tersebut, mereka hanya bisa mendengar suara akad pernikahan dari kedua belah
pihak melalui internet ataub telepon. Masalah tersebut diatas mirip dengan
masalah persaksian orang buta yang mendengar sebuah transaksi antara 2 belah
pihak, Apakah syah ? Para ulama berbeda pendapat .
a)
Al
Kasani “ persaksian orang buta tidak diterima dalam semua hal, Karena tidak
bisa membedakan antara kedua belah pihak “. (Badai Sonai 3/243)
b)
Imam
Syafi’i : Jika seseorang memberikan persaksian sedangkan dia buta dan
mengatakan : saya menetapkannya, sebagaimana saya menetapkan segala sesuatu
dengan mengetahui suaranya atau dengan meraba, maka persaksian orang tersebut
tidak bisa diterima, karena suara mempunyai kemiripan satu dengan yang lainnya,
begitu juga dengan rabaan mempunyai kemiripan antara satu dengan yang lainnya
“. (Al Umm : 7/46).
Hubungan permasalahan ini jika dikaitkan
dengan PLSBT adalah kurangnya sosialisasi antara kedua mempelai maupun para
saksi dalam melakukan akad nikah. Dampak dari masuknya teknologi ke Indonesia
secara tidak langsung dapat menimbulkan masalah sosial. Kaitannya dengan kasus
ini yaitu berkurangnya derajat kesakralan dalam akad nikah karena tidak
berlangsung seperti biasa. Walaupun syarat dan rukunnya terpenuhi tetapi budaya
yang kita anut dari dulu bersinggungan dengan masalah ini. Budaya yang ada
sejak dulu, jika diselenggarakan akad nikah dalam suatu majelis dihadirkan
kedua mempelai dan juga 2 orang saksi jadi ketika teknologi masuk dan
mengasilkan suatu permasalahan yang menyinggung akan hal ini wajarlah terdapat
pertentangan dalam menyikapinya. Selain kurang maksimalnya silaturahmi, dalam
hal ini bertatap muka secara langsung, juga kurangnya interaksi antara tamu
dengan pihak mempelai itu sendiri. Kembali pada keyakinan masing-masing dalam
menyikapi masuknya teknologi ke Indonesia. Sebagai manusia yang berpendidikan,
sudah sepatutnya kita dapat mengcompare mana
yang baik dan benar juga mana yang buruk. Diharapkan kita dapat mengkaji lebih
lanjut sebelum memutuskan suatu perkara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nikah secara bahasa
adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar,
yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Beberapa pedoman tentang nikah melalui telepon:
1.
Nikah lewat telepon mengandung
risiko tinggi berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’),
dan dapat pula menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi
atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik.
2. Pendapat para imam mujtahid
a) Menurut
imam syafi’i cenderung memandang dalam arti fisik. Dengan demikian wali dan
calon mempelai harus ada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling
memandang. Agar kedua belah pihak bisa saling mendengar dan memahami secara
jelas ijab dan qabul yang mereka ucapkan.
b) Imam
Ahmad menginterperensikan “satu majlis” dalam arti non fisik (tidak mesti dalam
satu ruangan). Ijab dan qabul bisa di ucapkan dalam satu masa atau satu
upacara dan tidak diselingi oleh kegiatan lain.
Mewakilkan akad itu dibolehkan karena hal ini dibutuhkan oleh umat
manusia dalam hubungan kemasyarakatan. Para Ahli Fiqh sependapat bahwa setiap
akad yang boleh dilakukan oleh orang yang bersangkutan berarti boleh juga
diwakilkan kepada orang lain.
Dahulu Nabi saw. Dapat menjadi atau berperan sebagai wakil dalam
akad perkawinan sebagian sahabatnya. Begitu juga Umar bin Umayyah adh-Dhamri
pernah bertindak sebagai wakil Rasulullah (dengan Ummu Habibah), Dalam Hadits
Rasul disebutkan yang artinya :
“Ummu Habibah adalah salah
seorang yang pernah ikut berhijrah ke habsyah, dikawinkan oleh Raja Najasyi
dengan Rasulullah, padahal pada waktu itu Ummu Habibab berada di negeri Raja
Najasyi itu.”(H.R. Abu Dawud).
Hubungan permasalahan ini jika dikaitkan
dengan PLSBT adalah kurangnya sosialisasi antara kedua mempelai maupun para
saksi dalam melakukan akad nikah. Selain kurang
maksimalnya silaturahmi, dalam hal ini bertatap muka secara langsung, juga
kurangnya interaksi antara tamu dengan pihak mempelai itu sendiri. Permasalahan
ini sebagai dampak kemajuan teknologi di Indonesia.
B.
Saran
Sebagai manusia yang berpendidikan, sudah
sepatutnya kita dapat mengcompare mana
yang baik dan benar juga mana yang buruk. Permasalahan yang timbul sebagai
dampak kemajuan teknologi perlu disikapi dengan bijak. Diharapkan kita dapat
mengkaji lebih lanjut sebelum memutuskan suatu perkara sesuai syari’at islam.
DAFTAR PUSTAKA
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/12/04/mx96ij-akad-nikah-melalui- telepon-sah-atau-tidak-bagian-1
10/4/2016, diakses pada
tanggal 10 April 2016.
http://inasukarno.blogspot.co.id/p/rukun-syarat-sah-nikah.html, di akses pada tanggl 11 April 2016
Majalah
Qiblati Edisi 05 tahun II/ 1428H
M. Ali Hasan, Pedoman
Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Siraja 2006), hal.307.